Jumat, 19 Februari 2010

Kado Renda-Renda

A

Hari ini B minta ijin untuk bertemu teman-teman lamanya. Seorang teman perempuan dan seorang teman laki-laki homoseksual. Saya ijinkan. Karena saya tidak cemburu.

Saya cemburu kalau dia pergi bersama mantan pacarnya. Atau bersama teman lelakinya yang saya belum kenal. Apalagi kalau dia pergi pakai rok mini. Aduh, rok mini. Harusnya pemandangan itu eksklusif hanya untuk saya. Hanya saya yang boleh menikmatinya. Jadi kalau dia pergi tanpa saya, biasanya saya tanya, “Kamu pakai baju apa?”

Tapi kali ini tidak apa-apa. Saya biarkan dia bersenang-senang dengan teman-temannya. Katanya mau ngopi-ngopi saja, ngobrol-ngobrol dan bertukar cerita. Tapi sampai jam sembilan belum ada berita dari dia. Padahal saya rindu, ingin juga dibagi sedikit waktu miliknya.

Saya log in Yahoo Messenger. Berharap dia menjawab dari BlackBerry-nya.

A: BUZZ!!! Sayang. Kok ngga ada kabarnya?
B: Hey sayang. Hehe. Lg nemenin C beli korset
A: korset?


Beberapa menit dia tak menjawab.

A: BUZZ!!! Ada kado ngga buat aku?
B: Iya sayang. Iya ini lg nyari beha renda2 hahaha
A: Panties juga
B: Iya dibantuin D nih milihnya. Jd nti klo dipake inget dia. Hahahha. Mau warna apa?
A: Siapa inget dia?
B: Kita berdua maksudnya hahaha


Maksudnya kalau dipakai jadi ingat teman laki-lakinya yang gay itu?

A: Ih jijik
B: Hahaha. Hush. Buruan mau warna apa. Tokonya mau tutup
A: Hehehe. Terserah
B: Ya udah bsk aja deh aku balik lg
A: Merah, hitam, kuning
B: Udah pd nungguin nih
A: Yahhhh. Huh
B: Ngga ada yg bagus
A: Huh. Ngga jd ya. Huh padahal dah bayangin. Ya udah klo pulang aku nitip rokok ya
B: OK


Ternyata B menipu saya. Malam ini dia pulang membawa kado renda-renda. Sepasang, warnanya merah muda. Langsung dipakainya setelah cuci tangan, cuci kaki, dan gosok gigi. Cantik sekali.

“Suka ngga kadonya?” tanya B.

“Suka banget. Kamu bagus pakai itu.”

Sepanjang geliat kami malam ini, kado itu tak lepas dari tubuhnya. Sampai dia lelah dan akhirnya pulas dalam pelukan saya. Padahal saya masih ingin lagi. Apalagi di layar kaca Miranda Kerr sedang berlenggak-lenggok di pagelaran Victoria’s Secret.

***

B

Pagi ini saya terbangun dengan pegal yang menggelayuti seluruh badan. Wah, ternyata semalam saya tertidur masih memakai beha dan celana dalam. Terang saja peredaran darah tidak lancar.

Saya langsung menuju kamar mandi. Ingin cuci muka karena semalam maskara ternyata belum dihapus juga. Oh iya, sedikit tips untuk menghapus riasan mata. Daripada mahal-mahal membeli eye make up remover dengan merk kosmetika ternama, lebih hemat pakai baby oil saja. Dijamin, riasan mata pasti luntur.

Tapi saya tak menemukan botol itu di atas wastafel tempat saya biasa menyimpannya. Saya curiga. Pasti A.

Benar saja. Botol baby oil saya temukan tergeletak di samping tempat tidur. Tutupnya setengah terbuka. Semalam pasti dia memakai baby oil saya untuk kegunaan lain: bermain-main dengan ‘adiknya’.

Agak merasa bersalah saya semalam tidak memberinya ronde ke-dua.

Malaikatku, Dia

Malaikatku yang menyulut api pada mimpi malam ini
hingga jadi arang dan terpecah jadi bongkahan sepi-sepi.
Dia pula yang menimangku saat tersungkur patah hati,
kepakkan sayapnya lalu terbang bawa aku pergi.
Katanya, “Bukan tempatmu di situ waktu langit rona kelabu,
sementara bibir malaikatmu masih merah jambu.”

Dia melumat lidahku dengan liurnya yang merindu
lalu ludahi lukaku yang terajam tajam sembilu.
Kataku, “Kucumbu malaikatku yang berikan pedih perih
karena dia yang di hatiku telah tanamkan benih.”

Perempuan Itu dan Lelakinya

Seaindainya Perempuan Itu tahu
bahwa Lelakinya melihatku.
Matanya melahap lekukku,
tatapnya menyapu tanpa malu,
tangannya menggapai penuh mau.
Dia inginkan aku.

Seandainya Perempuan Itu diam saja
tak banyak bicara dan meminta,
Lelakinya mungkin tak akan tergoda.
Lalu tak ada hati yang disiksa,
tak ada harap yang binasa.
Bisa saja.

Tetapi ini masalah lelaki dan iblisnya.
Tak pernah puas mereka.
Seandainya Perempuan Itu tak terbutakan cinta,
mungkin aku tak akan terluka.

Pengakuan Untuk Perempuan



B


Perempuan itu butuh pengakuan dari lelakinya. Bagaimana pun bentuk hubungan mereka. Setidaknya itu konklusi saya setelah introspeksi diri, juga mengamati dan berdiskusi dengan sesama manusia pemilik indung telur.

Seorang perempuan menuntut pasangannya untuk mengganti status facebook dengan mencentang opsi “In A Relationship”. Dia ingin diakui.

Seorang perempuan lagi ‘meminjam’ BlackBerry pasangannya, lalu mengganti status Yahoo Messenger orang yang dicintainya itu dengan “Always love you”. Tak lupa mengganti foto profilnya dengan foto mereka berdua. Dia ingin diakui.

Perempuan lain, seperti saya, tidak terlalu perduli dengan status di dunia maya dan memilih untuk menuntut tindakan nyata. Walaupun sebenarnya sama saja menyebalkannya.

Baby, sayang ngga sama aku?”

“Sayang banget.”

“Cinta ngga?”

“Cinta mati.”

“Kangen ngga?”

“Kangen abis.”

“Nafsu ngga?”

“Iya.”

Horny ngga?”

“He-eh.”

“Hmmm apa lagi ya?”

“Kenapa siih nanyanya begituu?”

“Marah ngga?” tanya saya sambil nyengir. Tentu dia tidak marah. Tidak, karena habis itu dia saya layani.

Lelaki yang dilayani biasanya bermulut manis. Manis dikecap, manis pula yang terucap. Wahai perempuan, kadang saat begini pengakuannya keluar sendiri, tanpa perlu ditanya lagi. Tapi ini berlaku bila, dan hanya bila, sang lelaki benar-benar jatuh cinta.

“Wah gila istri gue. Cantik, pinter, seksi. Beruntung banget gue,” katanya sambil memandangi saya yang sedang bermain ‘di bawah sana’. Mata saya mengerling. Dia makin suka.

“Berarti laki-laki lain yang pernah nyakitin aku rugi dong ya, Sayang?”

“Iya lah!”

Tiba-tiba saya merasa sombong dan mengasihani perempuan-perempuan lain yang masih butuh pengakuan.

Yang Diciptakan Sepasang

I

Lelaki:
“Awan di mataku telah menampakkan hujan.
Kupayungi diri dengan dahan.
Haruskah kutanam rindu pada pohon dan musim?”

Perempuan:
“Tanamkanlah benihnya pada bumi.
Biarkan matamu menghujani.
Musim akan menemaninya tumbuh nanti.
Percayalah, bunganya indah sekali.”

II

Perempuan:
“Aku titipkan desahku pada angin malam ini.
Kuharap desirnya sampai telingamu sebentar lagi.
Aku rindu, aku ingin kamu.”

Lelaki:
“Akan ada waktu menyesatkan kata-kata.
Menyumbat mulut menjadikan tanya.
Meski rasa berangkai kata, kubiarkan tanya melukiskan kecewa.
Sedang apa kau di sana?”

III

Lelaki sedang bercinta dengan kata-kata.
Tulisan menyetubuhi Perempuan dalam-dalam.

Mari Bermain

B

Tadi malam, setelah hujan-hujanan naik motor bersama A, saya mandikan dia dengan air hangat. Sambil membilas busa sabun di punggungnya, saya bertanya, “Selain aku, siapa lagi yang pernah mandiin kamu kayak gini?”

Dia tersenyum. “Yakin mau tau? Nanti kamu marah,” jawabnya.

“Iya.”

“Kamu tau kok siapa orangnya.”

“Siapa? Mama kamu?”

“Hehe. F****.” (Nama disamarkan karena yang bersangkutan kabarnya sudah berjilbab dan sebentar lagi akan menikah dengan lelaki lain).

Saya tersenyum lalu mengambil handuk yang tergantung di sebelah pintu kamar mandi. “Tuh kan marah,” katanya.

“Ngga kok.”

“Terus kok udahan?”

“Ya memang udah selesai mandinya.”

“Belum kok,” katanya sambil menyiram badan saya lagi dengan shower. “Abis ini bikinin aku chiba ya,” katanya sambil berjalan mengambil handuk dan keluar kamar mandi. Bibirnya sempat mampir sebentar di dahi saya.

Sambil mengeringkan badan, otak saya memproses ide brilian untuk permainan kami malam ini. Saya suka kalau kami sedang bermain, karena saya merasa hubungan ini ‘cerdas’. Hahahaha.

Kadang kami bermain Tebak Arti Kata. Masing-masing menyebutkan satu kata dalam Bahasa Indonesia yang jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Yang tidak bisa menyebutkan artinya, kalah.

Kadang kami bermain Melanjutkan Gambar. Tidak ada yang kalah atau yang menang di sini, tapi cukup menantang untuk melanjutkan coretan-coretan amburadul di atas kertas untuk jadi satu gambar yang bermakna.

Kadang kami bermain Tebak Tokoh. Coba menebak nama tokoh hanya dengan melemparkan pertanyaan tertutup yang hanya bisa dijawab dengan “ya” atau “tidak”.

Kadang permainan kami saling berbalas puisi.

Kadang permainan kami spontan diciptakan di tempat, dengan peraturan yang asal-asalan.

Bagaimana saya bisa bosan menghabiskan waktu sama dia?

Oke, kembali ke permainan malam ini. Saya keluar kamar mandi dan mendapati dia sudah menyiapkan kertas dan chiba untuk saya linting. Bukannya dia tidak bisa, tapi kalau lagi manja, dia mau saya yang melinting daun kering itu. “Lebih rapi lintingan kamu,” begitu dulu katanya.

“Aku punya permainan,” kata saya sambil mengambil secarik kertas dan pena untuk A.

“Apa?”

Kuserahkan kertas dan pena itu kepadanya, “Coba tulis lima hal yang baru pertama kali kamu lakukan sama aku.”

“Maksudnya?”

“Iya, lima hal yang baru pertama kali kamu lakukan setelah pacaran sama aku. Kalau lima kegampangan, sepuluh deh!”

Dia langsung mengambil alat tulis dari saya dan mulai menggunakannya. Sementara saya mulai bekerja membuat pesanan daun surganya. Begitu selesai, kami saling bertukar hasil karya. Hasil saya sebuah pocong kecil, hasil dia tulisan cakar ayam yang membuat saya senyum-senyum. Begini isinya:

1. Ciba bareng
2. Ewi uwenak banget
3. Dekat dengan mamanya, ngobrol, nginep kayak keluarga
4. Merasa sudah punya pasangan hati. Istri.
5. Ngepel lantai bareng.
6. Ke bengkel bareng pagi-pagi sambil berantem.
7. Dibikinin ciba.
8. Baca buku bareng.
9. Dialog dan diskusi serius.
10. Punya tujuan masa depan.
11. Punya mimpi.
12. Bisa menatap dia.

“Emang sama yang lain ngga bisa menatap?” tanya saya. “Bisa,” jawabnya, “Tapi ngga begini rasanya.” Dia lalu menatap saya sedemikian rupa. Saya hanya tertawa. “Bisa aja lo,” kata saya.

Setelah itu kami bercinta sambil menghirup asap bahagia. Dia mengambil ponsel dan mulai merekam kegiatan kami. Ini yang pertama kali untuk saya: membuat video porno, kami bintangnya.


Sajak Penuh Birahi

...Sepasang mata Sang Lelaki mulai sayu.
Tanpa malu-malu degub Sang Perempuan lincah bertalu.
Tidak perlu berucap,
mereka saling mengerti dalam senyap.
Lalu mendekat.. Terus dekat-dekat dan lekat.
Hangat.
Nafas Sang Lelaki jelajahi ujung rambut hingga ujung kaki.
Kecupnya bergetar sampai ke ulu hati.
Sang Perempuan menghirup kulitnya nan wangi.
Sang Lelaki berkedip ingin lagi.
Desahnya meminta.
Mainkan bibir, jemari, dan daun telinga.
Bisiknya merayu seperti candu,
dan dalam peluh mereka menyatu.
Dua tubuh bertaut.
Gejolak di balik selimut.

Tengah Malam 14 April 2009




















Bunuh! Bunuh! Bunuhlah kesendirian!
Musnahkan hingga bangkainya bergelimpangan.
Karena aku rindu berkelindan, erat berpelukan.
Karena jarak dan waktu kejam dalam penantian.

Biarkan dia tiba dalam berahi yang mengoyak pagi.
Bertukar peluh sampai pendarnya bintang mati.
Akan kusuapi matanya yang lapar
lalu tuntaskan mimpiku yang liar.
Biarkan bauku jadi candu yang dirindu
dan cakarku jadi belaian sehalus beledu.

Aku tahu ini permainan sampai ajal datang
Tak ada pemenang dan tak ada pecundang.

Hanya rindu yang menjalang.