Minggu, 25 Juli 2010

Kalimat (Sok) Bijak

Tidur untuk melupakan memang enak.
Tapi bangun untuk menyelesaikan bikin tidur lebih nyenyak.

Rabu, 21 Juli 2010

Kejutan!

B

Saya percaya bahwa salah satu resep menjaga kehangatan hubungan adalah dengan menyelipkan kejutan-kejutan di antara semua keterdugaan. Momen-momen kecil yang membuat nafas tertahan, di antara rutinitas dan kebiasaan.

Keterdugaan adalah ketika saya mendengar suara motor makin lama makin mendekat lalu berhenti di halaman. Kemudian langkah kaki yang menaiki anak tangga sampai berhenti di depan pintu kamar. Diteruskan dengan gemerincing kunci yang ditusukkan ke pintu, dan gagangnya yang diayunkan. Dari semua suara ini, sudah terduga A pasti pulang.

***

Kebiasaan adalah ketika A masuk kamar. Melepaskan tas dari pundaknya untuk diistirahatkan di pojok ruangan. Menanggalkan satu-persatu pakaiannya sampai tak bersisa, kemudian mencari minuman dingin di dalam kulkas. Dapat atau tidak dapat, dia lalu akan masuk kamar mandi untuk buang hajat dan bersih-bersih badan. Setelah itu A akan berbaring di samping saya di ranjang, sambil menanyakan remote televisi. Saya sudah terbiasa.

***

Kejutan adalah ketika dia baru mengomentari saya yang hanya pakai bikini sedari tadi. "Kok pakai baju renang?" tanya A. "Ini bikini," protes saya. "Iya sama aja." Dasar laki-laki.

Jadi begini, kenapa saya pakai bikini. Dua minggu lagi saya dan sekelompok teman-teman akan berlibur ke pantai. Saya hanya ingin memastikan badan saya masih pantas memakai baju renang dua potong ini. Lagipula, pakai bikini sepanjang hari bikin saya merasa seksi. "Begitu, Sayang. Ngerti?" tanya saya setelah selesai menjelaskan. Dia hanya terkekeh. "Aneh," katanya. Tidak komentar sama sekali soal saya merasa seksi.

Saya sepertinya bukan tipe perempuan yang haus pujian. Tapi sedikit-sedikit boleh juga kan, ingin merasa disanjung. Saya pura-pura tersinggung kemudian berlalu ke kamar mandi, meninggalkan dia di ranjang sendirian. "Eh, kok aku ditinggal? Mau ngapain?" tanya A. "Mandi," jawab saya pendek. Pintu kamar mandi saya kunci dari dalam, tanda supaya ia tidak menyusul. Malam ini saya ingin menikmati pancuran air sendirian.

Selesai mandi saya mendapati lampu indikasi ponsel saya berkedap-kedip. Ada pesan baru yang masuk saat saya membasuh diri tadi. Ah, dari A. Kejutan! Isi pesannya: After u read this, u should suck my c*ck. Ada-ada saja caranya meminta akur. Saya tidak jadi merajuk, dengan senang hati melayaninya.

***

Momen yang membuat nafas tertahan adalah ketika kami selesai bermain, dia lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. "Ini untuk kamu," katanya sambil menyerahkan sebuah kotak kecil berwarna biru. Tenggorokan saya sedikit tercekat. Oh, tidak. Saya membayangkan sebentuk perhiasan bersembunyi dalam kotak. Mungkin gelang, atau kalung. Yang pasti kotak ini sedikit terlalu besar untuk (hanya) cincin. "Sayang, apa ini?" tanya saya sambil pelan-pelan membuka hadiahnya.

Tidak ada untaian kalung, apalagi cincin atau anting-anting. Isinya harmonika mini yang sangat cantik. A tersenyum lalu mengambil sesuatu lagi dari dalam tasnya. Sebuah kotak dengan isi harmonika dengan ukuran lebih besar. "Supaya kita bisa main musik bareng," katanya.

Saya peluk A dengan sekuat tenaga. "Aku sayang banget sama kamu."

Selasa, 20 Juli 2010

Brrmm.. Brrmmm..

B

Bercinta di dalam mobil memang menyenangkan. Tapi tak ada yang mengalahkan pemanasan di atas motor.

Memeluk lelaki di depan saya, mempercayakan hidup saya pada keterampilannya membawa kendaraan roda dua. Menyandarkan dada pada punggung gagahnya. "Terasa nggak detak jantung aku, Sayang?"

Kami dalam perjalanan pulang setelah bersenang-senang merayakan ulang tahun seorang teman. Kondisi kesadaran agak sedikit diragukan setelah menikmati asap hasil pembakaran dedaunan. Saya dan dia sudah tidak tahan, ingin segera pulang dan berbalas belaian.

Setang sebelah kanan diputarnya agar laju motor semakin kencang. Pelukan saya kian erat. Getaran mesin  pada jok tempat saya duduk terasa seperti makin menggoda. Badan kami kian merapat.

Hari sudah gelap, dan jalanan tidak terlalu ramai. Kalau tidak begini, mungkin saya tidak akan berani. Berani bergerak, maksudnya. Bergerak memindahkan posisi tangan saya yang memeluk pinggangnya, perlahan-lahan turun sampai tiba di antara kedua kakinya. Jemari saya bermain di sana, dan mulai merasakan reaksi isi celananya. Mungkin karena konsentrasi sang pengemudi jadi berkurang, laju motor sedikit melambat. "Aku mau cepat sampai, Sayang."

Tangan kirinya menggapai ke belakang dan meraih betis saya. Diremasnya dengan gemas. Bila saja saya lupa ada helm di kepala, mungkin sudah saya gigit lehernya.

Sabtu, 17 Juli 2010

84600 Detik Kosong

07.24
Selamat pagi. Sampai bertemu dalam setiap lamunan sepanjang hari.
12.02
Semoga siang ini kita masih bisa bercanda, walaupun hanya dalam hati.
17.58
Semoga masih ada senyum saya dalam benakmu sore ini.
20.27
Walaupun sudah malam, tapi hari saya masih panjang. Dan rupamu selalu nyata pada setiap kedipan mata.
23.44
Selamat istirahat, semoga dengkurmu senyap. Doa sebelum tidur masih terucap demi kita.
09.00
Pagi mendung. Pasti kamu belum bangun. Dan saya masih menari dalam mimpimu.

84600 detik kosong (24 jam tanpa kamu).

Senin, 12 Juli 2010

Selamat Jalan, Selamat Pagi

Langit malam baru saja berangkat menjemput pagi,
angin subuh antarkan gema orang-orang mengaji.
Sehari lagi telah berlalu ia sendiri memeluk sepi,
dalam dingin berucap lirih, "Aku akan pergi."

Embun di mataku harapkannya kembali,
tapi nurani menatap kekasih yang bermimpi di sisi.

Aku berkata, "Selamat jalan masa lalu yang belia,
yang aku punya sekarang ini adalah nyata.
Luruhkanlah sisa-sisa asa dengan bisikan doa,
melangkahlah dan semua akan baik-baik saja."

Delapan belas menit lewat jam lima,
tak kulepas peluk yang tercinta dalam lelapnya.


Juni, 2009

Kamis, 08 Juli 2010

Merindu Senyummu

Saya tergila-gila wangi nafasnya, kecanduan manis liurnya.
Jantung ini seperti habis dibawa berlari, gemuruh tak berhenti.

Saya benci jauhnya, muak pahit rasanya.
Hati ini seperti baru dibawa bersepi, sunyi tak berhenti.

Katanya, "Aku merindu senyummu."

Selasa, 06 Juli 2010

Baju Hari Jumat

B

Saya mengamati dengan teliti isi lemari. Menyentuh tiap helai gaun yang tergantung di dalamnya, menyisir tumpukan baju yang terlipat dalam lacinya. "Aku binguung," kata saya.

"Pokoknya yang seksi," sahut A. Ia berbaring di ranjang memandang punggung telanjang saya.

Sudah beberapa bulan saya tidak beli baju baru. Yang ada untuk membalut tubuh saya jadi itu-itu saja. Pilihan untuk memuaskan fantasi A jadi tidak banyak tersedia.

Hari Senin saya pakai rok super mini warna ungu berpotongan ruffles, dengan atasan kaos kutang laki-laki merk Ryder yang saya beli di supermarket. Tanpa pakaian dalam pastinya. A suka.

Hari Selasa saya pakai gaun pesta maxi warna hijau dengan potongan leher rendah yang memamerkan belahan dada. A sendiri yang mengambilnya dari dalam lemari. Saya ikuti saja pilihannya.

Hari Rabu kami agak buru-buru, karena sudah seharian saling menggoda lewat BlackBerry Messenger. Jadi pulang kantor bertemu di kamar kami langsung buka baju.

Hari Kamis saya pakai lingerie berbahan tembus pandang dengan aksen bulu-bulu warna merah tua. Malam itu kami bermain sampai skor tiga sama.

Hari ini hari Jumat, dan saya mulai kehabisan ide untuk memenuhi permintaannya. "Yang seksi yang mana lagi, Sayang? Aku belum beli baju baru nih," bujuk saya. A lalu menghampiri saya ke depan lemari, ikut mengamati isinya. Seperti menyerah, dia menghela nafas lalu meninggalkan saya. Tapi ternyata, tak pernah putus fantasinya. Diambilnya kotak sepatu di balik pintu.

Malam ini saya melayani A tanpa sehelaipun baju, hanya pakai sepatu.

Seandainya


"Sayang, kalau seandainya semua manusia di dunia ngga setuju sama hubungan kita, dan berusaha untuk memisahkan kita, kamu mau ngga bunuh diri sama aku?"

"Bunuh dirinya gimana dulu caranya?"

"Dengan cara gimana pun yang menurut kamu paling enak."

"Kalo gitu, aku mau."

"Beneran mau bunuh diri sama aku?"

"Iya."

"Kenapa?"

"Karena kamu pilihan aku, dan aku cuma punya kamu."

Ingin rasanya saya menitikkan air mata melankolis penuh haru. Tapi saya memutuskan untuk melucuti pakaiannya saja satu demi satu.