Rabu, 19 Januari 2011

#30HariMenulisSuratCinta (Hari Enam: Untuk Anakku Kelak)

19 Januari 2011, untuk dibaca 19 Januari 2031.

Hei, Nak.

Surat ini Ibu tulis saat engkau belum terlahir, belum pun dibikin. Jadi jauh, jauh sebelum engkau kenal aksara dan mahir membaca. Dan lebih jauh, jauh lagi sebelum surat ini sampai ke tanganmu sekarang ini. Saat menyusun kata-kata penuh cinta ini, Ibu belum mengenalmu, bahkan mungkin belum ketemu ayahmu. Mana tahu? Walaupun Ibu berharap yang di sisi Ibu sekarang ini yang akan menanam benihmu kelak.

Surat ini Ibu tulis untukmu, anak (tunggal/sulung)ku. Kamu coret saja kata yang tidak perlu dalam kurung itu ya, karena waktu menulis, Ibu sungguh belum tahu. Ibu berharap bisa menjadi orang tua yang baik bersama ayahmu. Semoga saat kaubaca kalimat barusan, engkau akan mengangguk dan berkata, “Iya, Bu. Engkau baik.” Atau kalau Ibu boleh bermimpi lebih tinggi, engkau akan tersenyum dan berujar, “Iya, Bu. Engkau yang terbaik.” Dan, ya, semoga saat kau baca paragraf ini, Ibu masih bersamamu di dunia dan masih bertenaga untuk memelukmu dan membuatmu bahagia.

Surat ini Ibu tulis supaya bagaimanapun nantinya wujud Ibumu ini, kamu bisa mengingat bahwa orang tua itu dulunya pun pernah muda. Dan apapun yang Ibu pelajari saat masih belia ini akan jadi pijakan untuk nantinya menurunkan pelajaran padamu di umur yang sama. Semoga pelajaran hidup Ibu bisa menjadi cermin untukmu berkaca. Sabar saja kalau Ibumu ini jadi orang tua yang cerewet. Namanya juga orang tua. Cerewet itu tanda cinta.

Surat ini Ibu tulis tidak akan panjang, Nak. Hanya sekedarnya untuk membuatmu ingat akan Ibu, di manapun kamu berada. Jangan lupa untuk bersyukur dengan kehidupan, apapun yang tersaji di hadapanmu sekarang. Karena kebahagiaan itu bukan dinanti, tapi diciptakan. Dan rasa syukur adalah awal untuk menciptakan kebahagiaan. Ingat, doa Ibu untukmu selalu. Mulai dari ditulisnya surat ini, sampai nanti waktu Ibu dipanggil Sang Pencipta kembali.

Salam dari 20 tahun lalu,

Ibu.

Tidak ada komentar: