Kamis, 06 Januari 2011

Putri Salju



Z


Saya mengaku, ingin pacaran dengan Putri Salju. Pacaran dengan putri dalam dongeng? Ya, dari kartun "Snow White and the Seven Dwarfs" produksi Disney tahun 1937, bukan dari versi asli tulisan Grimm bersaudara di tahun 1812.

Anda tahu? Putri Salju versi aslinya itu bodoh. Entah bodoh atau terlalu polos. Dia sempat tertipu Sang Ratu yang dua kali mencoba membunuhnya sebelum akhirnya berhasil di percobaan ketiga dengan apel merahnya. Yang pertama, Sang Ratu – yang dalam versi dongeng asli ternyata ibu kandungnya, bukan ibu tiri – menyamar jadi pedagang baju yang lalu memakaikan korset untuk Putri Salju terlalu kencang sampai sekarat. Tapi Sang Putri berhasil diselamatkan para kurcaci. Yang ke-dua, Sang Ratu menyamar lagi jadi penjual sisir yang menawarkan untuk menyisiri rambut Putri Salju dengan sisir yang (tentu saja) beracun. Putri cantik itu tertipu lagi, dan untungnya terselamatkan lagi oleh tujuh kurcaci. Hei, keledai saja tidak jatuh di lubang yang sama dua kali, kan? Putri Salju baru benar-benar mati suri di percobaan pembunuhan ke-tiga dengan apel merah.

Anda tentu tahu, kalau kita sedang jatuh cinta, kita ingin cari tahu sebanyak mungkin tentang objek perasaan itu. Jadi saya bertanya terus pada Bapak Google dan Ibu Wiki. Kalau saja cerita Putri Salju versi asli itu dipakai Disney seutuhnya untuk dijadikan kartun, mungkin sekarang ini kita akan tumbuh dewasa dengan preferensi seksual yang jauh lebih melantur dan kinky. Bayangkan, dalam cerita asli, Sang Pangeran memohon pada para kurcaci untuk memboyong mayat Putri Salju bersama peti kacanya ke istananya. Setiap hari, Sang Pangeran enggan meninggalkan badan putri tak bernyawa itu dan menghabiskan waktu seharian untuk menatap kecantikannya. Silakan Anda menilai, ini romantis atau ‘sakit’. Belum selesai sampai di situ, (untungnya) dalam versi ini Sang Pangeran tidak membangunkan Putri Salju dengan mencium bibir merahnya. Mencium bibir mayat, atau yang setidaknya dianggap mayat karena tidak ada yang tahu dia akan bangun lagi, bukan cerita yang saya ingin terekam dalam otak saat masih kecil. Sang Putri sejatinya terbangun dari mati suri ketika salah seorang pelayan Sang Pangeran, yang kesal karena setiap hari disuruh menggotong peti kaca kemana-mana, memukul punggung Putri Salju yang diposisikan berdiri. Pukulan itu menyebabkan potongan apel beracun melompat keluar dari mulut cantiknya, dan Sang Putri hidup lagi.

Ya, Anda mungkin akan setuju, versi asli cerita Putri Salju mungkin lebih cocok dibuat film oleh Tim Burton, atau bahkan Guillermo del Toro. Dan kalau begitu mungkin saya tidak akan sejatuh cinta ini dengan Putri Salju.

Menonton Disney’s Snow White and the Seven Dwarfs di umur yang ke-33 memberikan saya persepsi yang berbeda dari ketika saya masih bocah ingusan yang suka main kelereng. Di umur yang sekarang, hormon seksual saya sudah matang layaknya manusia dewasa. Sudah bisa membedakan mana perempuan cantik, mana yang biasa-biasa saja. Yah, kita bicara faktanya saja, ada perempuan yang memang tidak cantik. Saya sebut biasa-biasa saja karena tidak mau dibilang tidak berperasaan.

Putri Salju ala Disney bisa jadi kekasih dan bahkan istri yang sempurna untuk saya. Lihat, kulitnya putih mulus dengan pipi merona merah muda. Hidungnya yang kecil, bibirnya yang mungil, keningnya yang licin, dan dagunya yang runcing. Tidak akan bosan saya menatapnya setiap hari. Setiap bangun tidur walaupun belum gosok gigi pasti saya cium.

Suaranya walaupun cukup melengking tapi merdu sekali. Tidak apa-apa kalau dia mau di rumah saja seharian. Saya lelah pulang kerja mencari nafkah disambut suara merdunya saja sudah cukup bahagia. Tidak perlu lah menjadi orang kaya.

Lalu, lihat liukan tubuhnya. Anggun sekali. Dia bisa menari sambil menyapu, mencuci baju, merapikan meja makan, mengganti seprai tempat tidur kami. Tempat tidur itu pasti selalu berantakan karena setiap saat saya bisa, saya akan menidurinya. Menidurinya pasti lembut sekali. Tidak tega saya bermain kasar dengan perempuan yang selayaknya seorang putri. Tapi saya sudah bisa membayangkan berbagai posisi yang bisa kami coba dengan tubuh lenturnya itu.

Penasaran sekali saya ingin lihat gundukan dibalik gaun panjangnya. Dengan kulit sebening itu, pasti puncak bukitnya merah jambu. Kulitnya pasti wangi sekali. Kakinya tentu jenjang. Betis yang bernas dan paha yang tak bercela dengan biji kacang yang manis di antaranya. Meremas bokongnya yang penuh atau menyandarkan kepala di atas perutnya pasti terasa seperti surga.

Dia perempuan yang akan membuat saya tunduk. Saya berjanji tidak akan egois lagi seperti perlakuan saya pada mantan-mantan sebelum dia. Putri Salju akan melayani saya. Menyuapi saya dengan jari lentiknya, menyabuni badan saya waktu kami mandi bersama. Dia akan jadi istri yang sempurnya. Anggap saja saya gila karena jatuh cinta pada putri yang tidak nyata. Tidak apa-apa. Ini delusi saya.

Oh iya, maaf. Sudah cerita panjang lebar begini saya dari tadi belum memperkenalkan diri. Kenalkan, saya Z. Saya perempuan yang jatuh cinta pada Putri Salju yang keibuan.

Tidak ada komentar: