Kamis, 08 September 2011

21Pertanyaan: Pertanyaan No.1

Pertanyaan no.1

"Apakah saya meminta terlalu banyak?"

Cinta itu memberi dan menerima. Katanya. Dan saya mengiyakannya. Lalu seberapa banyak kita memberi dan menerima seharusnya tidak terikat dalam ukuran metrik apapun. Tidak senti, gram, maupun ton. Bukan juga terhitung seperti dosis minum obat – berapa kali sehari, berapa sendok teh, berapa butir, sebelum atau sesudah makan. Mohon koreksi saya bila salah. Bila benar, ya mengangguk saja dalam hatimu.

Lalu setelah kita memberi, pantaskah kalau kita meminta? Saya tidak bicara soal meminta harta, tapi yang lainnya – seperti perhatian, belaian, bahkan sekedar senyuman. Hmm, maaf, sepertinya pertanyaan tadi harus disusun ulang menjadi: Pantaskah kalau hal-hal itu masih diminta? Bukankah seharusnya otomatis diterima, tanpa harus dipertanyakan lagi ada di mana? “Mana perhatiannya? Mana belaiannya? Mana senyumnya?”

Ah ya, cinta romantik yang tulus tanpa mengharap apapun kembali itu, jarang sekali orang yang punya. Mengaku saja. Iya kan? Garis bawahi pada kata romantik, ya. Karena berbeda dengan kasih Ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai Sang Surya menyinari dunia.

Dari sekian tahun pengalaman jatuh cinta, bangkit, lalu jatuh lagi, lalu bangkit, jatuh, berkali-kali sampai malam ini, saya berani menyimpulkan begini:

  1. Hanya karena seseorang tidak mencintai kita sebagaimana kita ingin dicintai, bukan berarti dia tidak mencintai kita dengan sepenuh hati. Cara manusia mengungkapkan cinta itu berbeda-beda. Yang satu suka beri kejutan, yang satu memberi kebebasan. Yang satu selalu malu-malu, yang satu setiap hari bilang “I love you”.
  2. Tidak ada standar bagaimana kita seharusnya diperlakukan oleh pasangan. Bahkan tidak juga ditentukan oleh pengalaman dengan sang mantan. Membanding-bandingkan yang sekarang dengan yang sudah lewat di belakang itu tidak diperkenankan. Demikian.
  3. Perlakukanlah orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan, tapi jangan berharap orang lain pasti akan memperlakukan kita seperti yang kita inginkan. Hanya karena kita sering membanjiri orang yang kita sayangi dengan perhatian dan belaian, bukan berarti kita pasti akan mendapatkan perlakuan yang sama dari sang objek kasih sayang.
  4. Berharap untuk mendapat ungkapan cinta kembali, bukan berarti tidak mencintai dengan tulus hati. Ayolah, namanya juga berpasangan. Sepasang. Ada dua orang. Berarti dua arah. Begitu yang menyehatkan, ya kan? Jadi buat saya, jangan ragu untuk meminta, kalau memang dirasa ada yang kurang. Masalah nanti akan diberikan atau tidak, itu urusan belakangan. Yang penting kita sudah mengungkapkan keinginan. Yang penting kita tidak menganggap pasangan bisa membaca pikiran.

Nah, lalu, sampailah kita pada pertanyaan ini: “Apakah saya meminta terlalu banyak?”. Memang, kembali ke paragraf pertama, tidak ada takaran sebanyak apa ungkapan kasih sayang bisa diukur. Kecuali harta, ada nominalnya. Jadi, terlalu banyak adalah ketika orang yang dimintai mulai merasa keberatan. Yang sulit adalah ketika kita masih merasa tidak berkecukupan, sementara pasangan menganggap sudah berkelebihan. Bagaimana ini?

Ketika saya sakit dan berharap dimanja olehnya sementara waktunya sedang dimakan pekerjaan, apakah saya meminta terlalu banyak? Ketika dia punya teman perempuan dan bercanda menjurus ke menggoda lalu saya memintanya untuk berhenti berteman, apakah saya meminta terlalu banyak? Dan kamu, teman, pasti punya ketika-ketika lain yang diakhiri dengan pertanyaan yang sama.

Tidak ada komentar: