Jumat, 09 September 2011

21Pertanyaan: Pertanyaan No.2

Pertanyaan no.2

“Apakah ini cukup berharga untuk dipertahankan?”

Bagaimanakah cara kita menilai suatu hubungan itu dalam tingkatan tidak berharga, kurang berharga, cukup berharga, sangat berharga?

  1. Apakah dengan hitungan berapa lama hubungan sudah terjalin?
  2. Apakah dengan melihat seberapa besar pengorbanan yang sudah dilakukan kedua belah pihak untuk mempertahankan kelanjutan hubungan?
  3. Apakah dengan besarnya jaminan masa depan yang lebih baik bila hubungan terus dilanjutkan?
  4. Apakah dengan pertimbangan seberapa positif dukungan keluarga kedua belah pihak untuk dipertahankannya hubungan itu?
  5. Apakah dengan perbandingan seberapa besar pasangan mengerti kita dibandingkan dengan jejeran mantan sebelumnya?
  6. Apakah dengan sebagaimana kita telah tergantung pada pasangan untuk menjalani hari demi hari?
  7. Apakah dengan menimbang seberapa manis janji yang dia ucapkan untuk kebahagiaan kita dan/atau bersama?
  8. Apakah dengan mengukur seberapa tergila-gila kita padanya yang selalu membuat rindu sehingga makan tak enak dan tidur tak nyenyak?
  9. Apakah dengan seberapa mapannya pasangan dan kestabilan keuangan?
  10. [ isi sendiri pertimbangan pribadimu di sini]

Saat keragu-raguan untuk memutuskan antara terus melangkah berdampingan dengan orang yang sama atau menghentikan perjalanan sampai di sini saja itu muncul, inilah pertanyaan yang sebenarnya: Apakah hubungan ini cukup berharga untuk dipertahankan? Untuk setiap jawaban “ya” pada pertanyaan 1-9 di atas, saya punya antitesisnya:

  1. Berapa lama hubungan sudah terjalin tidak menjamin kualitas hubungan itu sendiri. Saya yakin semua setuju. Kalau tidak setuju, mungkin hanya tidak mau mengaku.
  2. Buat saya, ketika pengorbanan mulai masuk dalam hitung-hitungan, saat itulah rasa cinta mulai menipis. Karena apapun yang kita lakukan demi cinta seharusnya tidak tersebut sebagai pengorbanan. Tidak ada yang dikorbankan. Semua direlakan. Bukan?
  3. Hanya Tuhan yang bisa menjamin masa depan. Dan menurut data statistik, 90% dari kekuatiran kita tidak akan terjadi, sementara 10% sisanya di luar kendali kita. Masih kuatir masa depan tidak terjamin kalau tidak bersama dia?
  4. Keluarga memang berperan cukup besar dalam menentukan kelanjutan hubungan. Tapi yang menjalankan tetap kita. Sesimpel itu saja.
  5. Ingin dimengerti orang lain adalah kebutuhan dasar manusia. Bagaimana bisa hidup bersama-sama kalau tidak ada saling pengertian? Tapi, kembali lagi. Membanding-bandingkan kisah baru dengan kisah lalu, menurut saya bukan tindakan yang bijaksana. Setiap hubungan punya nilai-nilai dan batas-batas toleransi masing-masing. Bukankah, sesungguhnya, tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa kita ubah selain diri kita sendiri?
  6. Aaah, ketergantungan. Ya, ya, ya. Porsinya kita sendiri yang mengatur. Tapi sepertinya dari semua tulisan tentang hubungan percintaan, tidak ada yang berteori bahwa ketergantungan yang berlebihan itu baik. Kehilangan identitas diri adalah awal kekacaubalauan. Percayalah, mantan pacar saya pernah mengalaminya (EH!).
  7. Janji manusia tidak ada yang bisa dipegang. Tidak ada. Selama pasangan kita masih manusia, jangan pernah menaruh kepercayaan 100%. Sekian dan terima persenan.
  8. Nah, ini agak berat ini. Kalau kamu sudah pernah merasa tergila-gila pada seseorang, pasti tau rasanya ingin membelah kepala, mengambil otak dari dalam sana, dan mencucinya bersih-bersih dengan deterjen berbutiran super untuk mengeluarkan pikiran tentang dia yang tak hilang-hilang juga. Namanya juga jadi gila. Apa-apa dia. Apa-apa dia. Itu baru bicara soal yang di kepala, belum yang di hati. Maaf, untuk poin no.8 ini saya juga lemah.
  9. Percaya saja, rejeki tidak akan kemana-mana kalau kita mau usaha. Kesadaran untuk memiliki kebiasaan mengatur keuangan yang baik bisa dipelajari, terutama kalau hubungan semakin serius ke jenjang yang lebih tinggi. Asalkan kita tidak menjadikan uang sebagai tolok ukur kebahagiaan. Karena dengan begitu kita justru tidak akan pernah bahagia. Ah, saya terdengar seperti motivator di tivi ya.

Jadi, apakah semua cara menentukan berharga atau tidaknya sebuah hubungan tadi salah? Tidak juga. Tergantung tujuan kita memilih pasangan. Tapi kalau saya, daripada membiarkan otak memikirkan pertanyaan-pertanyaan tadi, lebih baik melemparkan satu pertanyaan saja pada hati: “Apakah ini cukup berharga untuk dipertahankan?”. Hati tahu jawabannya lebih dulu, jauh sebelum otak memproses tanda tanya itu.

Tidak ada komentar: