Rabu, 15 September 2010

Ranjang Baru

B


Sayang, sudah saatnya meninggalkan ranjang yang lama, yang sudah setia memapah tubuh-tubuh manja tiga tahun lamanya.

Saya menelanjangi kasur itu dari seprai biru. Sudah banyak keringat terserap di situ. Teman-teman sejati, yang perempuan dan laki-laki. Teman-teman tidur, yang masih bisa dihitung sebelah tangan dengan jari. Ya, saya tidak semurah itu. Tidak semua pemuas nafsu boleh memajang kelaminnya di situ.

Kalau saja pandangan manusia mikroskopis, pasti terlihat nyata di sela-sela jahitan kasurnya: kutu ranjang menggerogoti serpihan-serpihan sel kulit kamu dan saya. Berpesta dari ampas gesekan kita tiap malam.

Ya, sudah saatnya mencari alas tidur baru, di tempat yang baru, di mana hanya ada kenangan kita berdua di situ. Bersih dari bayangan mantan-mantan kekasih yang masih gentayangan . Tempat baru yang tanpa dihantui masa lalu.

Ranjang lama ditinggalkan, pintu dikunci dari luar, lalu seprai biru dicuci dulu.


***


Sayang, mencari ranjang baru ternyata tidak semudah melinting ganja, yang tinggal diambil sejumput, diberi buntut, lalu digulung dan diberi kuncung. Lihat, kita sudah berkeliling berapa toko untuk mencari ranjang sesuai selera. Mana yang paling sesuai jadi tempat berbagi cinta dan berahi kita? Perlu berkelana kemana lagi untuk cari yang sesuai pilihan hati?

"Sayang, aku udah capek berkelana," katamu dua tahun lalu, ketika kamu menetapkan pendamping hidupmu: aku. "Aku gak mau lagi perempuan-perempuan lain, cuma kamu aja, istriku," jelasmu. Saat itu kita berjanji untuk berpetualang bersama, keliling dunia, berkasih sayang berdua di mana saja.


***


Jadi sekarang di sinilah kita, Sayang. Di atas kasur isi angin yang bisa kita bawa berkeliling dari benua ke benua. Ke mana saja. Pada waktunya nanti kita berpindah kota lagi, kasur ini akan terus menemani.

"Enak gak, Sayang?" tanyamu sambil membelai ubun-ubun kepalaku.

"Seksnya atau ranjangnya?" saya minta pertanyaan diperjelas. Karena ini pertama kali kita mencoba si kasur baru.

"Dua-duanya," jawabmu.

"Seksnya tidak pernah tidak enak. Kasurnya ternyata cukup enak."

"Iya, enak ya. Gak berisik."

"Maksudnya yang ngga berisik aku apa kasurnya?"

"Hahahah kasurnya. Kamu berisik sedikit. Tapi aku suka."

Saya tersenyum lalu membelai kasur baru yang berbaju seprai biru.

"Semoga aja kasurnya cukup tahan lama digenjot terus sama kita," katamu sebelum tidur.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

aku blushing membacanya... hehhee... hhh.. bawaannya langsung mau menelfon mas-ku.. ;D

cphan24 mengatakan...

owwww jadi ternyata genjot terus ya =D hahaahahahahhahahaha