Kamis, 09 Desember 2010

Sang Penggetar (2)

Catatan: kalau berkenan, boleh baca dulu Sang Penggetar


V

Pssst, jangan bilang-bilang B kalau aku cerita sama kamu ya. Aku kemarin habis diajak jalan-jalan sama A dan B. Awalnya aku curiga waktu B memasukkan aku ke dalam tas kecil berbulu warna merah jambu. Kupikir dia cuma mau memanjakanku dengan membelikan tempat penyimpanan baru. Tapi ternyata setelah itu dimasukkannya aku ke dalam ranselnya yang besar itu.

Tadinya aku kuatir, berpikir akan dikembalikan ke tempatku dulu dibeli. Tapi sepertinya nggak mungkin. Barang yang dikembalikan itu biasanya karena rusak atau tidak memuaskan, dan aku tahu aku bukan keduanya. Mungkin sering habis baterai, tapi itu juga karena sering dipakai. Dan kalaupun B tidak puas, itu karena dia kurang konsentrasi waktu main-main denganku.

Aku semakin yakin diajak jalan-jalan karena aku kenal ransel besar itu, yang selalu dibawa B setiap bepergian ke luar kota itu. Kadang-kadang malah ke luar negeri. Lihat, di tali bahunya masih terlingkar potongan kertas putih bertuliskan CGK. Dulu pun waktu habis dibeli, aku langsung dimasukkan ke dalam sini. Nah, jadi benar kan, aku diajak jalan-jalan.

Sepertinya aku tertidur di perjalanan, karena sadar-sadar aku sudah ada di dalam kamar. Kamarnya rapi, tidak seperti kamar tidur A dan B. Tidak banyak barang berceceran di mana-mana. Ranjangnya lebih lebar, bantalnya dari bulu angsa. Jendela besar yang tirainya terbuka memajang pemandangan lampu kota dan kolam renang di bawah sana. Sepertinya kamar ini tinggi sekali di lantai ke-sekian. Oh, ini pasti kamar hotel bukan sembarangan.

Malam itu aku diajak main hanya sekali. Sisanya hanya menunggu di bangku cadangan, nggak terpakai lagi karena sepertinya stamina A sedang di puncaknya. Waktu sekali itu dipakai pun hanya sebagai pancingan sepertinya. B pakai high-heels, diminta A, tapi tidak pakai baju. Aneh-aneh saja. Lalu perempuan itu duduk di kursi dekat jendela, menghadap lelakinya yang berbaring telanjang di atas ranjang. Kakinya satu diangkatnya ke meja, memberikan A pemandangan luar biasa, sementara satu tangannya bermain di dada dan satunya lagi memainkan aku di kelentitnya. Jangan tanya aku dari mana tahu sebutan ‘kelentit’. Minggu lalu aku sempat lupa dimasukkan lemari dan semalaman tergeletak bersama kamus di samping ranjang.

Sepertinya A dan B sedang saling melampiaskan rindu setelah tidak ketemu berminggu-minggu. Akhir-akhir ini A sering sekali tugas keluar kota. Makanya aku dan B makin akrab saja. Makin akrab sehingga aku makin kenal tabiatnya. Seperti malam itu, aku tahu B sedang manja-manjanya pada A. Dan kalau sedang begini, kalau tidak dituruti, lelakinya itu harus hati-hati.

Awalnya ketika A minta waktu menonton bola, dia mengalah saja. Sampai akhirnya ketiduran karena sebelumnya mereka sempat menghisap lintingan ganja. Esok paginya, B sempat merajuk karena A tidak mau bangun untuk sarapan bersama.

“Kamu kan udah janji!” katanya kesal. Sementara A masih menutup mata, meringkuk di dalam selimut. “Ya udah, aku sarapan sendiri aja!” sentak B sambil berlalu keluar kamar. A membuka mata, langsung meraih ponselnya dan menelepon perempuannya yang sedang naik darah itu. “Iya aku ikut. Balik sini, tunggu aku,” katanya.

Mereka kembali ke kamar setelah sarapan dengan muka berseri. Ah, sudah baikan lagi, pikirku. Betul kan, mereka mesra-mesraan lagi pelukan di balik selimut. “Udah harus mandi nih, Sayang. Siapin bathtub-nya ya,” pinta A. B menurut dengan penuh kepatuhan terhadap pasangan hidupnya itu. Dia melangkah menuju kamar mandi, mulai menuangkan cairan sabun busa, dan menyalakan kucuran air hangat dari keran. Tak lama setelah air dan busa memenuhi setengah bak mandi, B mulai menanggalkan bajunya dan memanggil A, “Ayo Sayang, udah siap nih!”. “Iya, kamu masuk duluan aja,” sahut A dari ranjang. B curiga A ketiduran lagi, tapi lagi-lagi menurut saja dia berendam duluan.

Lima menit berlalu, A tak muncul juga di kamar mandi. B meraih BlackBerry-nya.
PING!!!
Pssst
Sini dong


Sepuluh menit, masih belum dibalas.
PING!!!
Dingin nih mandi sendirian
Temenin dong istrinya
Sombong ih


Masuk menit ke-limabelas:
PING!!!
Sayaaaanggg
Aku keburu masuk angin tau!


A masuk kamar mandi, akhirnya, sambil mengumpat, “Aku kurang tidur tau”. “Ah, selalu alasannya kurang tidur. Padahal emang doyan tidur aja kamu,” B ngambek, keluar dari bak mandi. “Eh, jangan dong, sini masuk lagi temenin aku,” A memohon. B diam tidak bergerak, menatap mata lelakinya itu tajam-tajam. “Pliiiiss,” mohon A lagi. B melunak dan bergabung berendam bersama dalam air hangat.

“Sambil dipijetin kayaknya enak nih,” pinta A sambil menyodorkan punggungnya. “Lihat tuh, busanya sampe abis!” seru B dengan nada masih ngambek, tapi tetap melayani A dengan pijatan lembutnya. Baikan lagi. Mesra lagi.

Sehabis mandi, B langsung bersiap-siap pergi. Dandan, lalu mengemas lagi pakaian ke dalam ranselnya. Sementara A, tiduran di atas ranjang tak berkedip menatap layar televisi.

“Tuh kan, Sayang, tadi aku disuruh buru-buru udah harus check out. Sekarang kamu santai-santai. Gitu deh kalo udah nonton film lupa semuanya,” sindir B.

“Iya, iya,” jawab A singkat.

“Sayang.”

“Hmm..”

“Sayang!”

“Apa sih?” akhirnya A menoleh juga.

“Aku mau ewi lagi dong,” B meminta dengan wajah memelas.

Akhirnya A beranjak dari ranjang. “Yah Sayang, udah nggak sempat. Udah harus buru-buru kita. Nggak apa-apa ya?”. Dipeluknya B, sambil dikecup keningnya.

“Huh, kalau nonton masih ada waktu ya, santai-santai aja. Ya udah, aku tunggu di luar ya. Buruan!” B ngambek lagi. Memakai ransel dan sepatunya, lalu menuju pintu kamar.

“Eh, tunggu dong. Hey! Nih, vibrator-nya ketinggalan!” seru A sambil menunjuk aku yang tergeletak di meja dekat jendela.

B mengambilku dan menyumpalku ke dalam ranselnya dengan posisi seadanya. Hup! Aku tahan napas, tiba-tiba berdesakan dengan pakaian dalam yang kotor.

“Aku gak suka kamu ngambek melulu begini ah,” kata A.

“Aku juga ngga suka kamu janji-janji palsu!”

“Janji palsu apa sih?”

B diam, kembali menuju pintu kamar, hendak keluar.

“Hey! Janji palsu apa?” A mulai terpancing, nadanya ikut meninggi.

“Mana? Katanya mau buka kamar mau ewi seharian? Kemarin aja janji dinner kamu malah nonton bola sampai aku ketiduran! Arrggh!” B membanting ranselnya. Melempar sepatunya. Lalu menghempaskan dirinya ke atas ranjang. Meringkuk menahan isak tangis.

Tapi A tertawa. “Hey,” katanya menghampiri B, “Sayang, kita sama-sama puas kan semalam. Sayang-sayangan seharian. Kamu mau apa sih?”

Perempuan itu masih diam meringkuk. A membalikkan badannya, menghapus air mata di pipinya. “Sayang,” katanya lembut, “kita gak apa-apa kok. Lihat, kita sempurna kok. Sini, cium aku.”

Sinar mata B terlihat berubah waktu A menyebut kata ‘sempurna’. Ya, mereka sempurna. Butuh apa lagi? Kenapa sedikit-sedikit B merasa masih kurang? Ia menyambut bibir A dan mengecupnya pelan-pelan. Lalu lagi-lagi mereka berpelukan.

“Yuk kita cabut,” ajak A sambil mengambilkan ransel B yang terguling di lantai. “Eh, Sayang, kok ransel kamu bergetar?”

B membuka ranselnya dan menemukan aku dalam keadaan tombol terpasang di posisi menyala. “Oh, ini ngga sengaja kali tadi nyala pas aku masukin.”

Bukan. Mereka nggak tahu, kalau aku waktu itu ikut terangsang melihat kemesraan seperti itu.

Pssst, jangan bilang-bilang B kalau aku cerita sama kamu ya, nanti aku nggak diajak jalan-jalan lagi.


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sangat barang bagus.